Sekilas Pendampingan Anak Pekerja Migran (APM) di 3 Desa Kabupaten Malang

jejakdesa.com – Lembaga Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3TP2A) Kabupaten Malang melaksanakan Fasilitasi Penguatan Kapasitas Forum Anak di Balai Desa Purwodadi dan Desa Kedungsalam Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang. Yang dilaksanakan pada, (16/02/20). Pemilihan desa tersebut tentu ada pertimbangan penting. Di sebuah kesempatan Zuhroh Rosyidah, koordinator program menyatakan bahwa

fakta penting di Kabupaten Malang adalah tingginya Pekerja Migran (TKI), dan diantara keluarga yang ditinggalkan adalah usia anak-anak.

“Donomulyo adalah salah satu yang menjadi perhatian kami” tegas Rosyidah.
Pendampingan Anak Pekerja Migran (APM) ini sebenarnya sudah dimulai sejak 2017. Di tahun jni utamanya adalah hendak mendorong dan memperkuat dukungan kebijakan. “Sehingga upaya pendampingan perlindungan APM ini semakin kuat” lanjut Mbak Rossi, sapaan akrab magister Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Universitas Negeri Malang.
Di kesempatan yang lain Winartono, Pendamping Ahli Desa Bidang Pelayanan Sosial Dasar (PA-PSD) merespon baik.

“Sudah semestinya Dana Desa menyentuh lebih lanjut program-kegiatan inklusi, berbasis kebutuhan dan masalah yang ada. Bukankah tingkat imigrasi Kabupaten Malang tinggi. Dan hal ini tentu bukan tak menyisakan problem kehidupan di desa”

“Ini harus direspon secara serius oleh Daerah (red: OPD/Pemkab) hingga termasuk Pemerintah Desa. Support nya bisa berbentuk kebijakan, program, hingga kegiatan pemberdayaan. Sehingga, tidak hanya Anak Pekerja Migran yang ditinggalkan orangtua, tetapi pembangunan inklusif bisa lebih luas lagi, yaaa tergantung masalah dan kebutuhan Masyarakat, bukan melulu soal syahwat elit kuasa saja.” Tegas Cak Win, yang juga Sekum PC ISNU Kota Malang.
~
Program Peduli APM tersebut bertujuan untuk membangun Inklusi Sosial Anak Pekerja Migran yang secara umum mengalami eksklusi sosial dalam bentuk stigma negatif, misalnya dijuluki “anak oleh-oleh”, “anak unta” dan lain sebagainya. Selain mengalami stigma negatif, mereka juga banyak yang belum mendapatkan akses pelayanan dasar seperti belum mempunyai akte kelahiran dan kartu keluarga sehingga hal tersebut membuat mereka kesulitan dalam mengakses hak-hak yang lainnya karena stateless.”

Upaya-upaya yang dilakukan untuk membangun inklusi sosial APM dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang membangun awareness peduli APM kepada semua lapisan masyarakat mulai dari Perangkat Desa, Tokoh Masyarakat, tokoh Agama, Para Pemangku kebijakan, aparat penegak hukum setempat, orang tua asuh pengganti serta masyarakat di tiga Desa tersebut.

Selain itu menurut Zuraidah, salah satu fasilitator yang juga aktif di Perkumpulan Pelindungan Perempuan & Anak Nusantara (KOPPATARA) bahwa “Selain mendampingi Forum Anak, kita juga melakukan upaya untuk meningkatkan pola pengasuhan yang baik kepada para orang tua asuh pengganti terhadap APM melalui kegiatan Sekolah Peduli APM.”

Menurut Zuraidah, sudah lumayan ada manfaat dan capaian yang muncul. Upaya lain yang dilakukan adalah pembentukan forum anak di tiga desa tersebut dengan tujuan untuk memberikan wadah agar semua anak dapat berbaur bersama anak-anak yang lain dan dapat menyalurkan kreativitas serta aspirasi-aspirasinya yang kita fasilitasi menyampaikan kepada pemerintah. Pembentukan forum anak sudah dilakukan sejak tahun 2017. Dengan adanya forum tersebut para anak khususnya APM sudah lebih percaya diri dan lebih berani mengungkapkan pendapat serta mempunyai kegiatan-kegiatan rutin yang lebih postif serta berprestasi. Mereka dapat mengembangkan diri dengan kegiatan-kegiatan edukatif yang dilaksanakan oleh Forum Anak.

Lanjut Ziradah “selain itu APM dampingan dapat mengembangkan kesenian tari, salah satunya adalah tari barong yang merupakan tari khas kecamatan Donomulyo. Beberapa kali mereka sudah tampil di tingkat Kabupaten, tampil di acara festival anak cinta pantai dan mewakili Kabupaten Malang tampil di Festival Egrang Tanoker Jember,”.

“Beberapa APM malahmewakili Kabupaten Malang mengikuti HAN Provinsi dan HAN nasional serta mereka juga mewakili mengikuti kegiatan dari kementrian pemberdayaan dan perlindungan dalam acara Pelapor dan Pelopor Anak. Perwakilan anak yang telah mengikuti kegiatan pelopor dan pelapor berbagi pengalaman kepada teman-teman yang lainnya sehingga diharapkan hal tersebut dapat mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap anak di tiga desa tersebut. Selain itu diharapkan para anak-anak dapat melaporkan anak yang melakukan penyimpangan sosial kepada orang yang lebih dewasa atau kepada perangkat desa ataupun ke pihak berwajib” pungkas perempuan asli Sampang ini.

Manfaat juga dirasa oleh kelompok dampingan. “Sebagai seorang anak yang ditinggal pergi keluar negeri Semula saya pikir, bagi anak-anak yang orangtuanya bekerja di luar negeri, mereka boleh saja meminta barang-barang mahal kepada orang tuanya dan boleh sering membolos atau menjadi anak yang bandel. Itu sebagai ganti karena orang tuanya tidak dirumah”. Ungkap Alex Firmansyah (18 Tahun).

Ungkapan lainnya disampakan pula oleh Helen (16 Tahun)Ketua Forum Anak Desa Purwodadi, yang terpilih kemarin): “Perubahannya ada, kalau dulu itu kan anak-anak yang ditinggal orangtuanya itu pola hidupnya tidak teratur, suka bermain-main yang tidak jelas, terus semenjak adanya Program Peduli itu kan anak-anak dikumpulkan terus dikasih pendidikan, dikasih bimbingan, menurut Helen sendiri itu bagus, karena pendidikannya juga bagus, ya bahagialah intinya”
Ngudal rasa juga muncul dari pengasuh pengganti, di antaranya dari Mbok Sumirah (60 Tahun).

“Wakakaka Pokokne kulo niki nggih kueras, pokokne lek ngengken gak ndang dikerjakne nggih kueras, lek sak niki nggak, mesakno arek-arek iku, ditinggal wong tuane, adoh, gek wong tuwane yo rodok bene, lare-lare niki nggih wonten perubahane, menawi lek bade ten langgar utawi bade sekolah niku salim, waune nggih kadang-kadang salim kadang-kadang mboten, mek mak budal…ngoten, sak niki rutin salim, lek ten langgar nggih salim”.. (Wakakaka saya dulu sangat keras, kalau menyuruh tidak segera dikerjakan saya bersikap keras, kalau sekarag sudah tidak lagi, kasihan anak-anak itu, ditinggal orangtuanya pergi jauh, apalagi orang tuanya tidak “bersikap baik”, anak-anak itu juga ada perubahannya,kalau mau pergi mengaji atau kesekolah cium tangan dulu, dulu kadang-kadang saja, sekarang kalau berangkat sekolah dan mengaji cium tangan). Terang nenek yang mengasuh tiga anak (APM) yang ibunya di luar negeri.

Dari proses koordinasi singkat (16/02) Rosyidah beserta Tim LP3TP2A & Koppatara serta Winartono (PA-PSD P3MD Kemendesa), dalam minggu ini akan dilakukan forum pendampingan yang juga melibatkan Pemerintah Desa tersebut. Penyusunan Peraturan Desa (Perdes) yang menjawab problematika APM atau upaya inklusi lain adalah di antara topik yang hendak dibahas.
(Sur)

admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke atas