Malang (Pakis)— Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Lorong Ijo Pakem, Dusun Tegal Pasangan, Desa Pakiskembar, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang sukses gelar Focus Group Discussion (FGD) lintas sektor, Kamis (6/6/2024).
Bertajuk “Pengembangan Ekoparian Bantaran Sungai di Desa Pakiskembar” FGD tersebut melibatkan akademisi, aktivis lingkungan, pemangku kepentingan lokal, dan masyarakat umum serta diasistensi oleh Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kecamatan Pakis.
Terlihat dari beberapa Dinas juga hadir pada FGD tersebut. Sepetrti Dinas Lingkungan Hifup, (DLH), Dinas Pertanian, DPMD, Dinas Pariwisata, Dinas Perikanan, Dinas Ketahanan Pangan dan Holtikultura. Selain itu, dari pihak lain seperti Iwash dan, CSR BDF, juga turut hadir.
Sebagai pemantik awal, perwakilan dari civitas akademik yang dalam hal ini adalah dosen dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya (UB) Malang, menawarkan sebuah alat deteksi pencemaran sungai (Bamford) yang berupa aplikasi.
Aplikasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi tingkat pencemaran yang terdapat di aliran sungai, dan saat ini terus dikembangkan oleh FPIK.
Dari Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PU SDA) Jawa Timur, yang turut hadir pada kegiatan tersebut, menyampaikan pentingnya memperhatikan aspek konservasi alam dan ekologi dalam setiap langkah pengembangan.
Hal senada juga disampaikan oleh Winartono, M.I.Kom., Koordinator Pendamping Desa Kabupaten Malang, yang menekankan pada perlunya memperkuat fungsi ekologis sungai sebagai habitat alami bagi flora dan fauna lokal, serta menjaga keseimbangan ekosistem yang ada.
“Kami percaya bahwa pengembangan ekoriparian bantaran sungai harus dilakukan dengan memperhatikan aspek konservasi alam. Selain itu perlu diperhatikan juga terkait ’Wadah’ dan ’Wayah’ sebuah giat yang akan dilakukan. Sehingga manfaatnya dapat berkelanjutan serta bersinergi dengan giat lainnya,” ujarnya.
Wadah yang dimaksudkan, lanjut Winartono, adalah ruang gerak yang dapat menampung berbagai pihak yang memiliki visi dan misi yang sama.
”Sedangkan Wayah, merupakan tahapan atau siklus yang tertulis sebagai bentuk tanggung jawab bersama agar muncul sebuah target yang terukur dan jelas,” jelasnya.
Dengan demikian, lanjutnya, wadah dan wayah itu juga penting dan terukur. Agar ikhtiar yang akan dijalankan tidak terhambat nantinya.
“Temu multi pihak atau pentahelik itu penting, tetapi tidak saling memahami wadah dan wayah akan sulit menjadi energi dalam pembangunan dan pemberdayaan di Desa,” ungkap Winartono.
Menanggapi pernyataan Winartono tersebut, Ahmad Dzulfikar Nurrahman, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang mengamini dan membenarkan.
“Apa yang disampaikan Mas Win itu benar,” terangnya di hadapan audiens.
Sementara itu, salah satu peserta FGD, menyoroti pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi proyek pengembangan ekoriparian ini.
”Warga sekitar perlu dibina agar memiliki kesadaran dan terlibat aktif sejak dini agar dapat berjalan lancar dan berkelanjutan, serta manfaatnya ke depannya adalah kepada warga juga,” ungkapnya.
Abdul Aziz, Koordinator TPP Kecamatan Pakis, dapat direkomendasi beberapa konkret. Diantaranya adalah dengan mengadakan pelatihan dan pendidikan lingkungan kepada masyarakat, penguatan peran lembaga swadaya masyarakat dalam pemantauan dan advokasi lingkungan, serta pengembangan program kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil.
Terpisah, lepas FGD, Cak Win, sapaan akrab Winartono, menjelaskan ke tim Pendamping Lokal Desa (PLD) ringkasan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan regulasi pembagian urusan yang berkaitan dengan Sungai dan Air.
Selain itu, dalam suasana ngopi santai Korkab TAPM Malang tersebut juga membekali serial materi teori dan pendekatan pemberdayaan seperti sosiologi lingkungan, the Human Exceptionalism Paradigm (HEP), The New Ecological Paradigm (NEP), hingga Nature based Solutions (NbS). [*]