MALANG—Para petani kopi dan pelaku usaha kopi di Kabupaten Malang menggelar audiensi dengan Bupati Malang, H. M. Sanusi, di rumah dinasnya. Forum ini turut dihadiri anggota DPRD Jawa Timur Hikmah Bafaqih, serta jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD), seperti Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, dan sejumlah lembaga terkait, Jum’at (13/12/2024).
Tampak hadir, Plt. Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Sekjend Aliansi Petani Indonesia, Koordinator Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Malang dan Pimpinan Lembaga Pengembangan Pertanian NU Kabupaten Malang.
Audiensi tersebut bertujuan membahas pengembangan kopi Malang sebagai produk unggulan yang berdaya saing, sekaligus mencari solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi petani kopi.
Avicenna M. Saniputera, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, menyebutkan bahwa pada 2024, kopi Malang telah mencapai luas areal 20.998 hektar dengan total produksi 16.630 ton.
H. M. Sanusi, orang nomor satu di Kabupaten Malang itu, menyambut baik forum-forum audiensi semacam ini. Ia menyampaikan sekaligus berpesan kepada jajaran OPD yang hadir, bahwa forum-forum semacam ini, harus ada untuk tiga atau enam bulan sekali agar sinergitas antar pihak pemerintahan dengan masyarakat dapat terjalin.
“Kedepannya, kami akan menjalin kerjasama dengan pihak Universitas-universitas dalam hal pengembangan kopi maupun komoditas pertanian lainnya. Terutama terhadap hasil-hasil dari rekomendasi yang sudah disampaikan tadi. Nantinya akan kami kaji bersama untuk dipertimbangkan,” terangnya.
“Saya mempunyai angan-angan, bagaimana kemudian para petani ini (termasuk petani kopi) bisa naik pendapatannya dengan potensi yang cukup besar tersebut. Misalnya, bisa dengan memaksimalkan diversifikasi tanamannya”, imbuh Bupati Malang.
Peluang dan Tantangan Komoditas Kopi
Menanggapi hal tersebut, M. Nuruddin sebagai Sekjend Aliansi Petani Indonesia juga menjelaskan, bahwa pada periode-periode saat ini petani kopi juga dihadapkan dengan pada persoalan-persoalan kompleks yang biasa disebut sebagai faktor resiko.
“Pada pencapaian-pencapaian produksi kopi yang menjadikan komoditas kopi ini cukup potensial, petani ditingkat lapangan ini mendapati sekian banyak faktor resiko. Diantaranya, selain persoalan aksesbilitas terhadap permodalan dan sarana-prasarana pasca panen yang cukup terbatas, kemudian bagaimana perubahan iklim ini memengaruhi intensitas aktivitas petani dikebun karena tingkat resiko akan aksesbilitas untuk menjangkau kebun menjadi lebih riskan,” imbuh pria yang biasa dipanggil Gus Din ini.
Banyaknya petani kopi, lanjut Gus Din, bahwa diversifikasi usaha maupun tanaman dikebun itu telah menjadi hal yang lazim. Misalnya, penerapan diversifikasi ini diberlakukan oleh petani kopi dengan mensiasati bagaimana kemudian pendapatan petani menjadi lebih beragam seperti kopi sebagai pendapatan musiman, kemudian pisang yang merupakan tanaman batas atau tanaman sela sebagai pendapatan mingguan, bahkan sepulang dari kebun juga ngopeni kambing dan sapinya.
Paparan berikutnya disampaikan Rurid Rudianto, perwakilan petani kopi dan pelaku usaha kopi dari Lereng Kawi. Menurutnya, kita harus melihat bagaimana potensi kopi ini menjadi suatu hal yang serius untuk digarap mengingat Kabupaten Malang merupakan ibu kandung dari kopi robusta Indonesia berdasarkan aspek kesejarahannya.
“Ada tantangan dan potensi untuk komoditas kopi sebagai produk unggulan Kabupaten Malang. Nah, pada kesempatan kali ini, kita beraudiensi dalam rangka untuk menyampaikan poin-poin rekomendasi agar bisa dipertimbangkan oleh Pemerintah Kabupaten Malang maupun Pemerintah Provinsi Jawa Timur,” terang Rurid.
Adapun rekomendasi-rekomendasi yang tersampaikan dalam audiensi ini diantaranya; Penguatan kapasitas petani kopi dalam rangka perbaikan mutu kopi, pembangunan kawasan perdesaan dengan komoditas unggulan kopi, pemberian bantuan mesin olahan pascapanen kopi, penjaminan standarisasi mutu kopi, pembangunan sistem resi gudang (SRG) kopi pada kawasan penghasil kopi, penyediaan akses informasi dan keterbukaan pasar kopi dalam negeri maupun pasar internasional, keterlibatan akademisi dan pakar dalam riset dan pengembangan kopi, pengembangan wisata kopi berbasis sejarah kopi di Indonesia.
Terhadap rekomendasi-rekomendasi tersebut, Hikmah Bafaqih, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur berkomitmen untuk mendorong atau mendukung penguatan komoditas kopi utamanya di sektor hulu.
“Tentu rekomendasi-rekomendasi ini menjadi perhatian bagi kami yang berada di unsur legislatif. Mengingat memang kopi merupakan komoditas yang sudah menjadi identitas Kabupaten Malang, serta menjadi komoditas yang dapat dikembangkan untuk mendukung perhutanan sosial secara berkelanjutan,” terangnya.
Sisi lain, Winartono Koordinator TAPM Kabupaten Malang menyampaikan, bahwa kepentingan dari terselenggaranya forum-forum semacam ini untuk memastikan keterhubungan bagaimana arah pembangunan daerah juga dapat sejalan dengan harapan dan keadilan bagi masyarakat khususnya petani kopi.
“Kehadiran kami ini adalah bentuk upaya untuk mendorong keterhubungan antara pihak petani yang ada di desa-desa dan pemegang kebijakan dapat searah”, lanjutnya. (*)