Oleh: Alfan Ni’am Sofi
jejakdesa.com – Pada pemerintahan periode pertama Presiden Joko Widodo, UU Desa sudah mengamanahkan desa sebagai garda terdepan dalam pembangunan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat yang ada di desa. Desa secara penuh diberikan otoritas dalam mengatur setiap potensi yang belum tereksplorasi, sehingga nantinya diharapkan bisa mendongkrak perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Desa.
Tiap tahun kurang lebih anggaran sebesar digelontorkan untuk mendukung pembangunan secara bottom-up, yakni pembangunan yang terpusat pada Desa di seluruh Indonesia. Tahun pertama penyelenggaraan Dana Desa yakni pada tahun 2015, anggaran sebesar Rp20,7 triliun yang jika dirata-rata tiap desa menerima alokasi anggaran sebesar Rp280 Juta. Pada tahun 2016 anggaran Dana Desa meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp46,98 triliun dengan rerata per desa mendapatkan Rp628 juta. Dan pada tahun 2017, anggaran kembali mengalami kenaikan dengan jumlah Rp60 triliun dengan masing-masing desa mendapatkan anggaran sebesar Rp800 juta.
Dibutuhkan peran dari berbagai pihak untuk mengawasi program dari pemerintah pusat khususnya dari kalangan pemuda yang berada di lingkup desa, melalui wadah karang taruna para pemuda diharapkan bisa kritis terhadap penggunaan dana desa dan turut ikutserta memberikan sumbangsih dalam pembangunan infrastruktur maupun pemberdayaan masyarakat.
Pemahaman tentang UU Desa juga dibutuhkan oleh berbagai lapisan masyarakat yang berada di dalam lingkup desa, dalam hal ini kiranya harus ada seorang penggerak yang memberikan edukasi tentang UU Desa. Sejauh ini, beberapa kalangan masih tidak begitu mempedulikan tentang pembangunan infrastruktur desa yang didanai dengan dana desa.
Selain itu mereka juga harus memahami bagaimana tahapan penggunaan dana desa, mulai dari rapat dengar pendapat di tataran musyarawah dusun hingga finalisasi yang berakhir dengan disetujuinya usulan dari masyarakat desa.
Peran pemuda semakin sulit ketika harus berhadapan dengan pemerintah desa yang bebal, tidak transparan, dan tidak mengakomodir pemuda dalam pengambilan keputusan. Hal ini juga sempat dirasakan oleh kawan saya ketika hadir dalam pertemuan musyawarah desa, bagaimana tidak. Ketika ia sedang memberikan usulan kepada pemerintah desa, bukannya menampung aspirasi untuk kemudian di akomodir pada pertemuan yang lebih tinggi, pihak pemerintah desa justru meremehkan atas apa yang diusulkan kawan saya ini.
Berangkat dari peristiwa ini, saya bersama kawan-kawan pemuda berinisiatif untuk memulai diskusi yang membedah UU Desa. Bukan karena tendensi apapun, namun murni ingin mengajak pemuda yang lain untuk peduli dengan Dana Desa yang dikucurkan oleh pemerintah. Kami ingin para pemuda juga mengerti bagaimana seluk-beluk penggunaan Dana Desa, bagaimana pengelolaan keuangan desa, hingga bagaimana alur pemanfaatan dana yang diperoleh dari PAD
Selain itu, karang taruna juga berfungsi untuk menciptakan sebuah forum di mana aspirasi masyarakat, khususnya generasi muda, diperhitungkan uuntuk mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab sosial terhadap seluruh masyarakat.
Output dari diskusi tentang Dana Desa ini nantinya kurang lebih untuk mengedukasi pemuda yang berada di lingkungan desa dan masyarakat yang ada di wilayah desa. Dengan itu, gerakan edukasi semacam ini diharapkan bisa menjadi warning bagi pemerintah desa ketika ingin bermain-main ataupun memanipulasi dana desa untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok.
Sumber Foto: indonesiaberinovasi.com