MALANG (Kromengan)—Jelang digelarnya Festival Kopi Nusantara II Lereng Kawi, puluhan petani kopi ikuti sarasehan di Wisata Jowaran dan Rumah Limasan, Desa Jambuwer, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang, Rabu (4/11/2024).
Hadir beberapa stakeholder dari berbagai elemen. Dari kalangan Legislatif, hadir Hikmah Bafaqih, Anggota Dewa Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timnur; Winartono, M.I.Kom, Koordinator Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Pendamping Desa Kemendesa PDT Kabupaten Malang; Rurid Rudianto, tokoh penting petani kopi Lereng Kawi; Muhammad Imron dari Akademisi terdapat Kepala Pusat Studi Pengurangan Resiko Bencana dan Riset Desa (PRB RisDe) Universitas Raden Rahmat (Unira) Malang; dan beberapa tokoh penting lainnya.
Sebagai keynote speaker Muhammad Imron, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Raden Rahmat (Unira) Malang, yang membeberkan tujuan adanya Festival Kopi II Lereng Kawi 2024.
Menurutnya dengan digelarnya Festival Kopi Nusantara II, terdapat tujuh tujuan yang ditargetkan. Yaitu, mempromosikan kopi lokal dan produk unggulan; memberdayakan ekonomi masyarakat lokal; meningkatkan edukasi tentang kopi dan budaya lokal; menginisiasi festival sebagai agenda tahunan yang berkelanjutan; mendorong partisipasi dan kolaborasi antar pelaku eskosistem kopi dan seni; dan melestarikan seni budaya topeng panji.
”Demikian itu adalah target dari tujuan jangka pendek dengan adanya festival kopi semacam ini. Sedangkan tujuan jangka panjangnya, adalah agar menjadi inisiasi untuk meningkatkan daya tarik wisata Lereng Kawi Experiental Tourism,” terangnya.
Gagasan Experiental tourism ini, lanjutnya, adalah upaya untuk menyatukan beragam potensi yang dimiliki oleh desa-desa di kawasan Lereng Kawi. Untuk saat ini, sudah terdapat beberapa pihak yang turut serta berkolaborasi untuk mewujudkannya.
“Diantaranya adalah Dirjen Budaya, Unira Malang, Pemerintah Desa Balesari, Desa Jambuwer, Desa Sumberdem dan Desa Ngajum Kecamatan Ngajum. Harapannya ada banyak lagi pihak yang turut terlibat dan berpartisipasi aktif dalam membangun wisata berbasis pengalaman ini,” harapnya.
Sementara itu, Rurid Rudianto, petani kopi Desa Jambuwer yang juga berkesempatan memberikan gagasannya, mengajak petani kopi untuk membuat komunal kopi Lereng Kawi. Walaupun diakui bahwa pada tiap kawasan sebenarnya sudah memiliki brand di masing-masing desa, akan tetapi upaya persepsi mengatasnamakan Kopi Lereng Kawi adalah cita-cita besar untuk bisa diwujudkan.
“Dengan nama Kopi Lereng Kawi ini adalah payung besarnya. Sebab, data telah ada dan kongkrit. 5 Kecamatan yang meliputi Kecamatan Dau, Kecamatan Wagir, Kecamatan Ngajum, Kecamatan Wonosari, dan Kecamatan Kromengan, potensi kopinya sudah tembus 16.000 ton/tahun. Dan, kualitas kopi itu bisa diperbaiki bersama sehingga harga jual kopi bisa tinggi,” jelasnya.
Tentu saja, upaya semacam ini agar bisa terus terawat, maka kita harus komitmen untuk menjaga 3K. Yaitu Kuantitas, Kualitas, dan Kontinuitas.
”Jika hal ini telah menjadi komitmen bersama, maka harapan untuk mewujudkan brand Kopi Lereng Kawi dapat dipenuhi oleh komunitas petani kopi Lereng Kawi yang pada dasarnya telah memiliki potensi kopi yang besar,” sambungnya.
Sisi lain, Hikmah Bafaqih, M.Pd., Anggota DPRD Jawa Timur yang turut serta hadir pada sarasehan tersebut, menyampaikan dorongan agar petani kopi juga bergerak untuk mengunduh dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari Pemerintah Kabupaten Malang sendiri.
”Dengan potensi besar yang ada di Lereng Kawi, dalam hal ini tentang kopi, maka sudah seharusnya pemerintah Kabupaten Malang dapat mendukung dan berperan aktif dalam peningkatan sumberdaya yang ada di Lereng Kawi ini,” papar Mbak Ema, sapaan akrab Hikmah Bafaqih.
Upaya tersebut, menurut Mbak Ema yang merupakan Wakil Ketua I pada Komisi E di DPRD Jawa Timur, muncul ide untuk menginisiasi dan berusaha mengajukan kepada Pemerintah Kabupaten Malang untuk diadakannnya Sistem Resi Gudang Kopi (SRG Kopi) Lereng Kawi.
”Dengan adanya SRG KOPI ini, akan menjadi instrumen perdagangan bagi petani kopi untuk memperoleh harga jual yang baik dan pembiayaan produksi,” ungkapnya.
Tapi demikian, lanjutnya, Kopi Lereng Kawi yang mempunyai kualitas terbaik ini, harus bisa menjadi hal baik yang bukan hanya bisa di nikmati oleh orang kota atau orang luar saja. Namun kopi dengan kualitas yang baik ini, juga harus dinikmati oleh kalangan sendiri.
Menanggapi hal itu, Winartono, yang hadir mendampingi dalam memfasilitasi suksesnya acar tersebut, ia manyampaikan bahwa acara ini dipandang sudah lengkap dan terukur.
”Ini (acara sarasehan.red) sudah pas. Ada unsur pelaku yaitu kelompok petani kopi, ada akademisi, ada pemerintah Desa, dan unsur pengambil kebijakan,” terangnya.
Alumni Magister FISIP Universitas Brawijaya ini berharap Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kemendesa PDT harus menyambut dengan antusias.
“Hal ini mahal lho. TPP, dan termasuk pula Pemerintah, bahkan tak mudah memunculkan praktik inisiasi semacam ini. Syukur-syukur kita bisa jadi katalisator perbaikan atau ide kreatif pemberdayaan,” imbuhnya,
Ia malah mencontohkan ide membranding “Kopi Lereng Kawi” atau semisalnya. “Ya selama ini kopi Malang brand yang muncul keluar masih wilayah Dampit dan sekitarnya,” kata Cak Win.
“Yang terpenting, kita harus senantiasa berusaha menjadi bagian dari solusi. Ini bisa kita mulai dari hal kecil. Biar keberdayaan masyarakat dan desa tidak sulapan. Jadi semacam atraksi sirkus, atau gimmick tapi kosong,” pungkasnya sambil memasang senyum. (red)