Pada bulan Caitra tanggal 6 Suklapasa, tahun 866 Saka, atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret 944 Masehi, Desa Muncang menerima anugerah Sima dari Sri Maharaja Rake Hino Mpu Sindok. Desa Muncang atau Wonorejo saat ini adalah tempat ditemukannya prasasti Muncang pada tahun 1913.
SINGOSARI—Demikian salah satu penggalan diskusi panjang mengenai sejarah Desa Wonorejo. Salah satu desa yang memiliki akar sejarah dan kebudayaan yang sangat kuat di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
Berlangsung di Ndalem Lembu, Desa Wonorejo, gelar kupas sejarah desa itu bertepatan 1078 tahun silam, sejak penetapan Sima di Desa Muncang.
Acara yang menarik perhatian para audien tersebut, digelar oleh tim bedah sejarah Walandit-Wonorejo.
Tak tanggung-tanggung, gelar diskusi tersebut dihadiri berbagai elemen dan berbagai tokoh penting lintas generasi.
Hadir dari jajaran Pemerintah Desa Wonorejo, dan beberapa pejabat pemerintah desa sekitar; tokoh masyarakat; tokoh agama; tokoh pemuda; para pemerhati sejarah di Malang Raya; perwakilan ormas seperti GP Ansor-Banser, dan Lesbumi.
Mengawali acara tersebut Slamet Wahyudi pemilik Ndalem Lembu, sekaligus mewakili tim Bedah Sejarah, menyampaikan keinginannya agar kesejarahan Walandit dari masa ke masa difahami dan diketahui oleh masyarakat secara umum.
Hadir memenuhi undangan sebagai narasumber, Dwi Cahyono, M.Hum., sejarahwan dan arkelog Universitas Negeri Malang, sekaligus pemilik Padepokan Citraleka, Sengkaling.
Dalam paparannya, Dwi Cahyono menyampaikan Walandit atau sekarang lebih d kenal Blandit merupakan salah satu desa kuno yang berada di wilayah Malang Raya pada masa Mataram Kuno, Era Mpu Sindok.
Hal itu di buktikan dengan beberapa prasasti yg menyebutkan kata Walandit. Seperti Prasasti Linggasuntan (929 M), dan Prasasti Muncang (944 M), yang di keluarkan pada masa Mataram era Sri Maharaja Rake Hino Pu Sindok. Dan dua prasasti lainnya, di masa Majapahit yaitu Prasasti Himad Walandit dan Prasasti Pananjakan atau Walandit (1381 M).
Harapannya ke depan, Walandit atau Desa Wonorejo menjadi salah satu pilot porject dari bangkitnya kebudayaan dan sejarah masa lalu.
“Karena dewasa ini, desa memiliki peranan yang penting untuk kemajuan Indonesia dengan segala kewenangan yang dimilikinya,” ungkapnya dalam kupas sejarah Walandit pada Jum’at (4/3/2022) pekan lalu.
Bahkan, Dwi Cahyono memiliki harapan besar, agar pemerintah desa segera membuat DPKDes atau Dokumen Pengembangan Kebudayaan Desa dan LAD atau Lembaga Adat Desa.
Sementara itu, dengan luwes dan santun M. Fathur Rizky, S.Hum., aktifis budaya yang biasa dipanggil Cak Joko Laksono, selaku narasumber pembanding menyampaikan tentang sangat tinggi dan berharganya sejarah Walandit.
Saking tingginya nilai sejarah Walandit, lanjutnya, sehingga Gajah Mada, yang saat itu menjabat sebagai Patih di Jenggala-Panjalu, pernah turun secara langsung dalam menyelesaikan persengketaan antara Himad dan Walandit, terkait pengelolaan Dharma Kabuyutan yang ada di Walandit.
“Yang mana, penyelesaian tersebut dilakukan diluar pengadilan, karena tidak menyinggung kitab perundang-undangan Kutaramanawadharmasastra. Sebagaimana yang diceritakan dalam prasasti Himad-walandit,” terangnya.
“Karena itulah, nilai-nilai sejarah dan budaya warisan para leluhur tentu memiliki filosofi dan nilai-nilai yg dapat ditarik korelasinya hingga masa sekarang,” imbuh Cak Joko Laksono.
Dikemas dalam suasana yg santai dan kekeluargaan hadir pula dalam kesempatan tersebut secara virtual H. Satar, salah seorang anggota DPRD dari Fraksi PKB.
Ia menyampaikan, agar penyampaian sejarah dan budaya dikemas lebih inovatif dan menarik, serta mendorong generasi milenial mengambil peran penting dalam pelestarian sejarah dan budaya di desa.
H. Satar, yang saat ini berdomisili di kecamatan Pakis, menambahkan bahwa dengan nilai sejarah dan budaya yang tinggi, desa punya perencanaan dalam pengembangan budaya yang berdampak pada pemberdayaan masyarakat Desa
Acara ini mengangkat tema Walandit sebagai wilayah penting di Era Mpu Sindok dalam kajian sosio cultural dari masa ke masa.
Yuni Kuswandi, Host pada acara itu, yang juga Pendamping Desa Singosari menyampaikan bahwa budaya dan kesejarahan adalah kekayaan desa yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat desa.
Ia juga menyampaikan agar ada tindak lanjut dari acara bedah sejarah oleh desa dan semua pihak terkait.
“Apalagi Desa Wonorejo sudah menyatakan sebagai Desa Wisata Budaya,” ungkapnya.
Selain itu, turut hadir dan memberikan komentar, Bapak Rahmat, Babinsa Desa Wonorejo. Ia sangat berharap Pemerintah Desa dan masyarakat bangga dengan budaya dan sejarah desa yg tinggi di Wonorejo. (Yuni.K/Roy)