Malang (Pakisaji)—Warga Dusun Lowok, Desa Permanu, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, gelar sarasehan kebudayaan di Sanggar Ngesti Pandawa.
Dihadiri puluhan warga dan mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang yang sedang melaksanakan KKN, kegiatan sarasehan tersebut menarik perhatian puluhan pasang mata.
Pada pembukaan acara sarasehan itu, disambut dengan Tari Topeng Malangan oleh anak-anak generasi masa kini dari Dusun Lowok. Diiringi dengan musik gamelan, menjadikan suasana khidmat seakan mengisyaratkan bahwa kebudayaan dan kesenian di Dusun Lowok ini benar-benar dijaga dan dirawat.
Kata Kepala Dusun (Kasun) Lowok, Sudarmaji, anak-anak yang menari topeng ini adalah generasi baru. Hingga hari ini, banyak anak-anak yang terlibat dan mengikuti latihan tari topeng dan karawitan di Sanggar Ngesti Pandawa ini.
“Hampir saban satu pekan sekali, mereka latihan. Ada pelatihnya dari pemuda sini. Yang ikut latihan pun berjenjang. Mulai dari anak usia SD hingga SMA, bahkan ada yang sudah bekerja pun, masih antusias untuk belajar topeng. Sebagian pemuda lainnya juga ada yang belajar karawitan,” terangnya di sela-sela tarian topeng berlangsung pada Jumat (23/08/2024) malam itu.
Untuk sarasehan sendiri, ungkap Pak Kasun, sapaan akrab Sudarmaji, merupakan salah satu komitmen bersama oleh warga setempat untuk terus meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Untuk sarasehan kali ini, merupakan kolaborasi warga dengan mahasiswa yang sedang melaksanakan KKN di Desa Permanu. Yang diundang sebagai narasumber pada sarasehan kali ini dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang dan Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kota Malang yang juga mengelola Kampung Budaya Polowijen Kota Malang.
Menurutnya, sejak ada inisiasi mulai tahun 2017 warga setempat, juga bersama Pemerintah Desa (Pemdes) Permanu, terus menerus berusaha memperbaiki dan ingin lebih eksis.
”Lebih dari itu, kami ingin menjaga, merawat, dan melestarikan warisan kesenian dan kebudayaan dari leluhur kami,” kata Sudarmaji.
Dukungan Pemdes Permanu
Kepala Desa Permanu, Edi Suharmadji, yang semenjak satu tahun lalu terpilih sebagai pimpinan pemerintah desa Permanu, memiliki komitmen untuk membesarkan kesenian Topeng di Dusun Lowok ini.
Apresiasi Edi Suharmadji, tidak hanya mensupport dari anggaran yang dikelola oleh pemerintah desa. Ia juga hadir dan membersamai warga setempat untuk terus menerus mensupport warisan kebudayaan dari para leluhur tersebut.
Bahkan, pada kegiatan sebelumnya, pada Bersih Dusun Lowok di bulan Syawal, ia juga hadir membersamai warga Dusun. Mulai dari Kirab Tumpeng, seremonial tarian topeng di Punden Sindu Wongso, hingga, gebyak Wayang Topeng di Sanggar Ngesti Pandawa juga ia ikuti.
Tak ayal jika dalam sambutannya pada gelar sarasehan, orang nomor satu di Desa Permanu juga berkomitmen akan memperjuangkan Topeng Lowok.
“Secara anggaran, di tahun ini, dari pemerintah desa Permanu telah mengalokasikan untuk kesenian topeng di Lowok ini. Nominalnya memang tidak seberapa besar, tapi ini sebagai wujud komitmen kami untuk kesenian dan kebudayaan disini,” terangnya.
Kades Permanu pun juga menyampaikan bahwa baru di tahun 2024 ini, status Indeks Desa Membangun (IDM) meningkat sebagai Desa Mandiri. Tahun sebelumnya Desa Permanu berstatus Maju.
“Ini artinya, untuk tahun 2025 mendatang, bisa jadi Desa Permanu akan mendapatkan nilai plus lagi dan lebih baik lagi. Semoga anggarannya juga bertambah,” ungkapnya yang diiringi teriakan amin, oleh audien.
“Apalagi belum lama ini, Desa Permanu yang diwakili sebagai Wisata Kampung Literasi dan Edukasi Budaya ini, mendapatkan sertifikat sebagai salah satu Desa Wisata Indonesia dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,” lanjutnya yang disambut dengan tepuk tangan.
Merawat dan Mengembangkan Topeng Lowok
Hartono, SAP., MM., Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, mengungkapkan sangat terkesan dengan tarian topeng yang tampil dihadapannya.
“Sungguh saya sangat terkesan. Sebab, yang tampil dengan tarian topeng adalah anak-anak yang saat ini, mau diakui ataupun tidak, usia seperti mereka sudah kalah oleh gadget atau HP. Disini, anak-anak mau belajar. Saya sangat mengapresiasi,” ungkapnya pada Sarasehan dan Sosialisasi bertajuk Pengembangan dan Pembinaan Kampung Literasi dan Edukasi Budaya.
Mengenai literatur tentang topeng malangan sendiri, ungkap Hartono, sangat minim sekali didapatkan. Banyak hal tentang kesenian dan kebudayaan di Malang ini yang tidak tercatat secara rapi.
“Di internet pun terbatas untuk mencari sumber-sumber mengenai topeng malangan yang konon memang telah menjadi nilai atau ke-khas-an tersendiri Malang. Karenanya, dengan adanya kegiatan semacam ini, dapat menjadi salah satu pemantik untuk membangkitkan lagi topeng malangan. Entah itu dengan penelitian atau dengan model kekinian, yaitu dengan short movie atau video pendek yang dapat diakses di era digital ini,” terangnya.
Dari sisi regulasi sendiri, ungkap Hartono, di Kabupaten Malang baru-baru ini sedang dilakukan penyusunan Peraturan Daerah (Perda) untuk perlindungan kesenian dan kebudayaan. Dengan harapan bahwa kesenian dan kebudayaan yang telah ada di tengah masyarakat ini dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah.
Pun, kami juga berharap, lanjutnya, Pemdes Permanu juga dapat menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) soal kesenian dan kebudayaan yang dapat mendukung kesenian topeng ini. Entah, berisi apa dan bagaimana, hal demikian itu sah dan boleh.
Hartono pun mengisahkan dari catatan studi bandingnya di salah satu Desa di Bali yang telah menerbitkan Perdes yang sangat bagus. Yang pada intinya, di tiap rumah pada jam sore hari, warga desa tidak boleh menonton televisi.
“Perdes semacam itu ada. Demi menjaga kebudayaan itu sendiri. Agar anak-anak tidak terpengaruh dunia luar. Dan Linmas di Desa setempat yang bergerak, dan mengontrol. Memastikan warganya tidak menonton televisi,” kisah Hartono.
Sementara itu, Isa Wahyudi, Ketua Pokdarwis Kota Malang, mengungkapkan bahwa topeng Lowok ini sangatlah spesial.
Ia mengisahkan, topeng Lowok merupakan bagian dari sejarah topeng malangan yang tidak bisa dipisahkan dari Topeng Malangan yang ada di Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Sebab, lanjutnya, topeng yang ada di Dusun Lowok yang masih ada dan dirawat dengan baik, adalah buatan topeng Mbah Reni.
“Ini artinya, sejak tahun 90-an, warga Lowok disini telah melestarikan topeng malangan. Baik itu tarian topeng maupun wayang topeng yang memang itulah hasil karya asli warga Malang. Tidak ada lagi. Hanya topeng malangan inilah yang asli karya seni orang malang,” ungkapnya.
Dan yang sangat dan harus diapresiasi dari Lowok ini, sambung Pak Isa, bahwa di Lowok ini terdapat 25 topeng malangan asli buatan Mbah Reni. Sedangkan di Polowijen sendiri, hanya memiliki satu buah topeng saja.
“25 topeng yang ada di Lowok ini, yang pernah saya lihat, adalah buah karya Mpu Topeng Malangan, yaitu Mbah Reni. Warga harus menjaga, merawat, dan mengembangkannya. Karena ini adalah warisan dari leluhur kita,” tegasnya.
Untuk menyemangati warga dalam pengembangan topeng di Lowok ini, Isa mencanangkan akan dibentuk semacam arisan gebyak atau silaturahmi antar pelaku topeng Malangan untuk melakukan pementasan dari satu sanggar ke sanggar lain.
Bahwa, di Kabupaten Malang ini, terdapat 10 Desa yang masih melestarikan Topeng Malangan, termasuk yang ada di Kedungmonggo (Desa Karangpandan, tetangga Desa Permanu).
”Upaya ini, sebagai bentuk tanggung jawab dan cara kami untuk terus menerus melestarikan kesenian dan kebudayaan yang khas malang. Yang suatu saat nantinya, kami juga ingin ada semacam festival topeng malangan. Selain penampilan seperti tarian, topeng wayang, dan karawitan, juga buah karya pengrajin topeng dan souvenir lainnya,” harapannya. [*]
Penulis: Roihan Rikza, Pendamping Lokal Desa Kecamatan Pakisaji