“Nyekar” dalam mozaik sistem (perencanaan) Pembangunan Desa kita

~by:mbahkarto

Sejarah dan lokalitas sekualitas apapun perlu tetap kita rujuk, jika baik malah perlu dilestari-kreasikan, syukur-syukur dalam format-format kekinian.

Pembangunan Desa akan “aneh” jika tercerabut dari akar sejarah-budaya dan nilai lokalitas masing-masing.

Hibriditas sistem pemerintahan dan perencanaan di desa justru muncul sebab keunikan sejarah dan nilai luhur lokalitas tersebut.
Pembangunan pun mesti historis. Aneh dan kering kalau tak historis, selain juga harus representatif: Partisipatif & inklusif.

“Nyekar” sejurus dengan derap arah laju “Proyek Global” Sustainable Development Goals “SDGs.
Penyebaran (replikasi best practice) “Nyekar” hingga mengakar sebagai institusi batin warga Desa perlu kita serap semangat historisnya.

“Nyekar” adalah salah satu rupa aplikasi (teknologi informasi dll) pada zamannya, dan awet hingga sekarang.
Jenis-jenis Aplikasi Teknologi Informasi kekinian tetcanggih pun perlu meniru semangat pengaplikasian hingga bermanfaat dan tanpa mencerabut prakarsa “suara” dan kebutuhan warga akar rumput Desa.
Saya jadi membayangkan suasana awal saat aplikasi “Nyekar” ini dilaunching dan berhasil ter-diseminasi-kan. Penasaran seperti apa regulasi (UU, PP, Perpres, Permen, atawa Perda-Perbub) serta klausul pasal-pasal di dalamnya. Penasaran pula seberapa besar plafon penganggarannya.

Seusang apapun format “Nyekar” zaman kini, kita patut meresapi ruh nilai dan historisnya. Sebagai inovasi pada zamannya, keawetannya hingga kini perlu kita pelajari, padahal (sepertinya) absen alias nihil dalam dokumen perencanaan Desa maupun Supra Desa. Atau “nyekar” dan inovasi “awet” sejenisnya jangan-jangan tak lahir dari “dokumen” perencanaan pembangunan yang apik sekalipun.

Nyekar. Saya jadi penasaran ingin ngecek apakah masuk dalam nomenklatur ilmiah kebijakan/administrasi publik atau dalam isian opsional deret quesioner indeksasi atau data statistik di republik ini. (mbahkarto)

Selamat “Mapag” Romadlon 1443 H bagi sobat-sobat Muslim.

jejak Desa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke atas