Institusi resmi termasuk pemerintah (Pusat-Prov-Kab-Desa) jika membuat instrumen pengaturan (governance) dan pelayanan (public services) termasuk layanan edukasi & komunikasi, prinsipnya pasti ada regulasi/kebijakan resmi, setidaknya ada SK.
Lembaga Publik (apa lagi negara/pemerintah) itu ya: direncanakan dan didanai oleh dana publik, dan mestinya juga diukur dengan indikator tertentu serta dievaluasi oleh publik sesuai pengaturan & peraturan yang berlaku serta prinsip dasar kebijakan/administrasi publik (negara).
Kalau “direncanakan sendiri, dikerjakan sendiri, diukur sendiri, dievaluasi sendiri, terus gembira-ria sendiri” itu Onani Governansi
Mari dekati apa saja pertama-tama dengan ilmu (soal like-dislike itu pendekatan kesekian). Pasti aman-sehat di Hati-Pikiran dan nyaman Hidup dan Kuburan.
Legal standing …… (seperti TV Desa) di-clear-kan dulu: kira-kira dibentuk atas dasar apa?
Ini soal prinsip dasar dulu. Untuk etika media (informasi) bisa diskusi di lain tempat.
Ini persis case misalnya: awal gabung P3MD, ayas tak lama bentuk kanal informasi dengan prinsip (sampai sekarang): citizen journalism seperti jejakdesa.com & kanal youtube jejak desa, sebab hemat ayas, ruang “kabar & share” hal baik di P3MD masih sangat rimba. Sepi.
Lantas, tantangannya: “syahwat” pribadi/profesi melekat ayas mesti ayas atur biar tidak overlap/offside. Sehingga, tak abu-abu kanal jejakdesa itu milik ayas pribadi/Tim TA.
TV Desa atau lainnya, mula-mula harus kita dudukkan yang semestinya, sebelum membahas manfaatnya. (Kalau langsung ke “manfaat” cowok normal seperti ayas tak ambil pusing asal gandeng cewek, yang tibaknya istri orang lain).
Lalu, terlepas dari ” status” TV Desa (atau lainnya), dalam hemat ayas tentu banyak manfaatnya. Sangat edukatif & ada dampak pencerahan. Ayas secara pribadi sangat apresiasi.
Memang masyarakat awam (literasi media) seperti kita ini seringkali abai soal fondasi “status”. Sehingga ada nuansa misal: “bahkan Pak Ivan itu adalah KaPusdatin meski sedang di WC atau sedang berdua sama istrinya atau pas sedang nyambi ngajar di kampus”
Dan kita sebagai audiens cenderung begitu.
Sudah, kita lanjut pas temu offline saja.
Begini ini ayas (yang sejak 2014 bisa dihitung jari lihat TV dengan serius) jadi ingat Sinetron yg lagi hits saat ini.
Tak heran muncul fenomena “ada masyarakat yang tasyakuran sebab aktor (Al & Andien) dalam adegan tertentu” (maaf untuk nulis 2 nama tersebut, ayas pas ngetik ini tanya ponakan saya dulu)
Ini fenomena “kaburnya realitas nyata dengan fiksi atau ‘realitas rekaan’ di depan mata kita: audiens/publik. Dua jenis realitas tersebut tentu netral nilai; bisa positif, bisa negatif. Banyak faktor yang mempengaruhinya: bahasa sumber, kanal, hingga tangkapan pemirsa.
Jadi beberapa hari lalu, ketika ketemu pendamping ditanya soal TV Desa yang sedang hitz (di dunia pendamping desa utamanya), ayas dalam hati langsung ingat sinetron yang sedang hits pula ( sayang pas itu ayas lupa nama sinetronnya)
Ya semoga manfaatnya tak punya efeksamping pengkaburan di mata pemberdataan kita, eits maaf pem-ber-da-yaan kita, maksud ayas.
Semoga semua ini bisa jadi “Ikatan Cinta” kita pada Desa dan Masyarakatnya.
Allahu a’lam
Salam
Camilan Sarapan Pagi
Rabu, 09 Juni 2021
win.elkinanti
(Warga Desa dan warga P3MD yang sekarang bertugas sebagai PIC SDGs Kab. Malang)