Malang–Tak ada rotan, akar pun jadi. Tak sia-siakan waktu, nyanyi pun boleh. Sekiranya demikian dari yang tersirat pada gelar Halal bi Halal oleh Asosiasiasi Pendamping Desa Indonesia (APDI) Kabupaten Malang, Ahad (29/5/2022).
Suasana halaman belakang Kopi Tani Kecamatan Dau sejak pukul 12.30 berubah penuh canda tawa lirih. Diiringi sejuknya ‘tamparan’ angin sepoi, beberapa orang berseragam hitam putih mulai memenuhi acara Halal bi Halal.
Baju yang dikenakan orang-orang tersebut bukan sembarang baju, melainkan seragam dari para pegiat Desa. Dari masing-masing Kecamatan Se Kabupaten Malang, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten Malang, dan Provinsi Jawa Timur, turut serta hadir pada acara tersebut. Disebutnya sebagai Tenaga Pendamping Profesional (TPP) yang diwadahi oleh Asosiasiasi Pendamping Desa Indonesia (APDI) Kabupaten Malang.
Dijadwalkan, acara yang dihadiri oleh M Hasanuddin Wahid, Anggota Komisi X DPR RI, akan dimulai sejak pukul 12 siang. Sebagaimana yang tertulis dalam undangan.
Namun, acara resmi baru dibuka pada sekitar pukul 14.30 WIB. Apakah peserta jenuh, dan bosan? Rupanya lantunan beberapa lirik lagu yang dinyanyikan secara bergantian oleh TPP, juga dipandu seorang biduan, telah melebur dan menghibur suasana.
Seraya menikmati kue yang telah dihidangkan, sembari berbincang santai, peserta hanyut pada alunan musik dan sesekali dinyanyitirukan bersama-sama.
Hingga akhirnya, ketika memasuki acara resmi, peserta pun mengikuti dengan khidmat. Sambutan pertama disampaikan oleh Winartono, M.I.Kom Ketua APDI Kabupaten Malang.
Pria kelahiran Tuban itu menyampaikan beberapa hal penting, yang dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas bagi seluruh anggota APDI Kabupaten Malang.
Utamanya untuk Halal bi Halal ini. Baginya, acara semacam ini adalah upaya untuk menyambung rasa. Setelah sekian purnama memeras otak dan banting tulang, untuk tugas negara sebagai pendamping desa, perlu pula satu waktu untuk melepaskan kepenatannya.
Hal-hal lain baik berupa informasi dan rencana-rencana peningkatan kapasitas, menjadi objek pembahasan.
Seperti rencana Jambore Pendamping. Ia maksudkan untuk mempertemukan seluruh anggota APDI dengan beberapa tokoh, dan pemerintah terkait. Dalam upaya menjadi jembatan penghubung antara kegiatan pendampingan desa, pemerintah desa, pemerintah tingkat Kabupaten hingga Pusat, atau tokoh tertentu.
“Dengan jambore semacam ini kami berharap apa yang telah menjadi aktivitas pendampingan kita di desa, juga bisa bermanfaat bagi beberapa pihak yang juga memiliki kesamaan visi untuk memberdayakan desa,” ungkap Pria yang pernah menerbitkan buku Oligopoli & Antologi Puisi Sajak Lupa Diri ini.
Selain Cak Win, sapaan akrab TAPM Ketua APDI sekaligus Koordinator TPP Kabupaten Malang, juga memberikan sambutan dihadapan sekitar 170 TPP Se Kabupaten Malang itu, adalah Miftahul Munir, Ketua APDI Jatim.
Kehadiran Kang Miftah, dengan penyampaian pada acara tersebut, menjadi semacam ‘service’ bagi anggota APDI. Pasalnya, ia berulang kali mengingatkan posisi pendamping desa yang telah memiliki payung hukum yang jelas.
Ia menyebutkan agar pendampingan desa harus paham dan mengingat betul Keputusan Menteri Desa nomor 40. Dalam keputusan tersebut telah diatur tentang petunjuk teknis pendampingan masyarakat desa.
“Karenanya, mulai dari awal perencanaan pembangunan di desa hingga pelaporannya, kita sebagai pendamping desa ini, harus benar-benar memfasilitasi,” terang pria asal Sumenep tersebut.
“Jika tidak maksimal dalam melakukan pendampingan di desa, jangan kaget ketika ada beberapa pendamping desa harus dipanggil oleh Menteri atau bawahannya, untuk melakukan monitoring kinerja pendampingan desa oleh TPP,” ungkap Kang Miftah diiringi tawa dikarenakan beberapa TPP dipanggilnya ke depan atas tiadanya progres Monev DD dan lambat update data.
Untuk diketahui pula, pada Halal bi Halal yang terkesan santai tersebut, juga dilakukan monitoring kinerja pendampingan desa. Beberapa Koordinator Kecamatan, seperti Pakis, Jabung, Sumbermanjing Wetan, dan Donomulyo, dipanggil ke depan dikarenakan belum update di aplikasi Monev DD.
Sementara itu, di penghujung acara wawasan materi “Ekonomi Kreatif dalam Pendampingan Kemandirian Bumdesa” disampaikan oleh M Hasanuddin Wahid, Anggota Komisi X DPR RI, Alumni STAIN (sekarang UIN Malang) dan Universitas Indonesia (UI) ini hanya ingin melakukan 3 hal penting untuk para anggota APDI.
Pertama, ia menyampaikan wasiat titipan dari almarhum Mas Andri Dewanto (beliau merupakan Koordinator Pendamping Desa Provinsi Jatim, sebelum Gus Ashari) agar membantu pendamping desa untuk semakin mandiri dan solid dalam kinerja dan terus memperkuat rutinitas diluar kegiatan pendampingan desa, seperti untuk rotiban (membaca Rotibul Haddad. red).
“Ini pesan almarhum Mas Andri beberapa hari sebelum beliau wafat, kepada saya untuk pendamping desa ini. Bahkan pernah satu malam itu, 2 kali saya diingatkan tentang pesannya. Agar pendamping desa itu punya rutinan membaca rotib,” jelasnya.
Yang kedua, ia menekankan, bahwa kinerja pendamping desa itu, jangan sampai diberatkan untuk masalah administrasi. Bahwa pendamping desa itu, tugasnya adalah mendampingi desa, menfasilitasi desa.
“Saya mendengar beberapa laporan kalau pendamping desa saat ini diribetkan dengan administrasi. Jangan, dan tidak seperti itu. Pendamping desa itu bukan tenaga administrasi,” tegasnya.
Karenanya, hal semacam ini, lanjutnya, perlu adanya evaluasi. Agar pendampingan di desa oleh para ahlinya ini dapat mengawal betul UU Desa ini.
Dan yang ketiga, Cak Udin, panggilan karibnya, mendengarkan langsung aspirasi dan kabar baik dari anggota APDI tentang pendampingan di desa.
Pria yang juga Sekjend Pengurus Pusat Pagar Nusa ini pun menerima dan mengapresiasi atas penyampaian salah satu Desa di Kecamatan Turen yang mendapat penghargaan tingkat Nasional hingga ASEAN (Rural Development & Poverty Eradication)
Aspirasi juga disampaikan oleh anggota APDI untuk memperjuangkan kenaikkan gaji utamanya Pendamping Lokal Desa (PLD) dan peningkatan ekonomi di luar kerja pendampingan desa. (Roy*)
*Royhan Rikza (PLD Kecamatan Pakisaji Malang)