MALANG—Pemutakhiran Indeks Desa Membangun (IDM) tahun 2023 di Kabupaten Malang, diharapkan mampu mendongkrak sejumlah desa menjadi Desa Mandiri.
Demikian setidaknya yang disampaikan dalam acara Sosialisasi Pemutakhiran Data IDM 2023 Kabupaten Malang di Pendopo Kabupaten Malang, Rabu (8/2/2023) siang.
Dalam hal ini, Tetuko, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Malang, menyampaikan, IDM tahun 2022 menempatkan posisi Kabupaten Malang yang masih di rangking 20 besar dengan capaian 91 Desa Mandiri, 241 Desa Maju dan tersisa 46 Desa berkembang.
“Dalam survey IDM 2023, Kabupaten Malang harus bisa masuk rangking 10 besar syukur-syukur 5 besar dalam peringkat capaian jumlah desa mandiri secara nasional. Target lainnya yaitu Zero Desa Berkembang atau 46 desa berkembang tahun ini semuanya mesti naik status menjadi desa maju bahkan bila memungkinkan langsung menjadi desa mandiri,” katanya.
Tetuko melanjutkan, target itu optimis akan bisa tercapai dengan dukungan semua pihak, baik pemerintah desa, serta tim TPP Kabupaten Malang yang jumlahnya mencapai 180 orang.
“Bahkan dalam simulasi uji petik belum lama ini, 10 desa berkembang ketika dilakukan survey terkait status desa ternyata semuanya berpotensi menjadi desa mandiri. Artinya 46 Desa Berkembang hampir pasti semuanya akan naik statusnya. Untuk capaian jumlah desa mandiri diharapkan ada lompatan besar dibandingkan capaian IDM tahun 2022 lalu, sehingga bisa masuk papan atas peringkat nasional,” jelasnya.
Sementara itu, Koordinator TPP Kabupaten Malang, Winartono, M.I.Kom., menyampaikan, seluruh TPP yang bertugas di Kabupaten Malang ini akan berupaya sesuai tupoksinya dalam mendampingi desa. Termasuk membantu mewujudkan target Pemkab Malang dalam pemutakhiran IDM 2023. Khususnya upaya pencapaian jumlah besar desa mandiri serta menghapus status desa berkembang yang ada.
Diakui oleh Winartono, memang hal ini tidaklah mudah. Bahwa TPP juga perlu memastikan apakah hasil pemutakhiran IDM telah sesuai dengan fakta di lapangan.
“Jangan sampai capaiaannya besar, tapi faktanya tidak demikian,” ungkap pria alumnus FISIP, Universitas Brawijaya itu.
Dan perlu diingat, lanjut Winartono, pemutakhiran IDM ini adalah tugas bersama. Tidak hanya pada TPP saja, tapi juga pemerintah desa, Kecamatan, DPMD Kabupaten Malang harus terlibat untuk mewujudkan ini.
Winartono menyatakan harapannya agar adanya penambahan jumlah kecamatan yang semua desanya berstatus Mandiri.
“Pada Survey IDM 2022, tahun lalu, jumlah kawasan pedesaan mandiri atau kecamatan yang semua desanya berstatus mandiri ada tiga kecamatan yaitu Kec. Sumberpucung (7 desa), Kec. Dau (10 Desa) dan Kec. Pujon (10 Desa), pada IDM 2023 diharapkan jumlah kecamatan tersebut bisa bertambah signifikan sehingga ada perluasan kawasan pedesaan mandiri yang ada,” tegasnya.
Sisi lain, saat dikonfirmasi berkaitan IDM ini, Muhammad Najih, Ketua Asosiasi Pegiat Desa Indonesia (APDI) Kabupaten Malang, menanggapi tentang peran TPP di Kabupaten Malang.
Ia menyatakan dengan gamblang bahwa IDM itu sebenarnya program yang sudah semestinya dijalankan oleh pihak birokrasi di masing-masing jenjang. Tidak melulu dibebanpusingkan kepada pendamping desa saja.
“Pendamping desa itu sebenarnya siap-siap saja. Tapi kan ini bicara etika birokrasi. Ya, kalau di Kabupaten Malang, DPMD itu yang semestinya turun tangan ke bawah. Sebab program ini juga tentang ‘money follows function’. Tentang fungsi anggaran. Juga perlu dimengerti bahwa IDM termasuk kategori Indikator Kinerja Utama (IKU) Kabupaten Malang yang menjadi tupoksi DPMD,” terang Najih.
Karenanya, lanjut Najih, jika IDM ini memang mau dihandle oleh DPMD dengan cara hanya membreafing sejumlah operator desa di masing-masing desa Se Kabupaten Malang, sebenarnya sudah bagus.
“Jadi DMPD tak perlu lagi koar-koar ke TPP, terutama yang bersinggungan langsung adalah Pendamping Lokal Desa,” sambungnya.
Tidak hanya Cak Najih sebagai Ketua APDI Kabupaten Malang, Elly Rahmawati yang menjadi PIC IDM Kecamatan Wagir dan juga anggota APDI Kabupaten Malang, mempertanyakan posisi DPMD bagi pendamping desa. Terutama dalam urusan IDM kali ini.
“Saya kira, DPMD Kabupaten Malang kali ini agak aneh, menurut saya lho ini. Apa sudah tidak membutuhkan pendamping desa lagi itu DPMD. Kok nggak ada sinergitas. Apa pendamping desa di mata DPMD adalah peran yang tidak diakui keberadaannya, tapi sebenarnya dibutuhkan. Ironiskan?” terangnya.
Sebagai tambahan informasi, dalam kesempatan yang sama, DPMD Kabupaten Malang, juga menghadirkan narasumber dari DPMD Provinsi Jawa Timur.
Di hadapan 378 peserta (operator Desa), Pak Damin, DPMD Provinsi Jawa Timur tersebut melakukan sosialisasi pengisian aplikasi yang juga harus diisi oleh desa, seperti Prodeskel, Epdeskel, dan Data Desa Center (DDC). (Roy, Yns*)