Lilin Pijar Pembangunan Ekonomi dari Desa

jejakdesa.com – Mangkraknya banyak Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) adalah fakta yang dengan mudah kita masih bisa jumpai. Hal ini bahkan sempat viral, mengemuka menjadi sorotan publik. Malahan, tak sedikit di tiap kabupaten adanya BUMDesa hanyak ditandai dengan SK Pendirian dan struktur pengurus. Tentu “kemangkrakan” demikian bisa jadi disebabkan banyak faktor. Atau tiap desa sangat bisa jadi menghadapi kendala yang bervariasi.


Setidaknya secara umum kemandegan yang jamak ditemui adalah sebab dalam proses pendiriannya bermodal “asal–asalan”, artinya tidak melakukan pemetaan potensi yang benar, sehingga tidak sesuai dengan apa yang semestinya. Yang demikian juga tak searah pula dengan semangat-harap dorongan Pemerintah Pusat. Melalui regulasi & serial kebijakan, dengan Dana Desa serta program bantuan Pemerintah atau Kementerian Desa PDTT hendak mendorong majunya konomi desa. Selain soal jumlah PADesa, hal tersebut juga diharapkan menjadi penunjang ekonomi Nasional, dengan tujuan berkurangnya angka kemiskinan di desa.


Harapan itu bisa cepat tercapai, jika BUMDesa sebagai “lokomotif” penggerak ekonomi desa, berjalan optimal. Hal ini sangatlah berdasar dan logis bahwa adanya BUMDesa yang dikelola dengan maksmal bisa menjadi pilar penunjang ekonomi Nasional. Sebab, BUMDesa adalah badan yang didirikan oleh pemerintah desa, supaya bisa mengelola aset- aset desa. Dengan keberadaan BUMDesa ini dapat memberikan pemasukan Pendapatan Asli Desa (PADesa) semakin meningkat. Kalau sudah ber-PADesa tentu Desa lambat/cepat akan mandiri–tidak ada ketergantungan lagi dengan sumber dana transfer, termasuk Dana Desa (DD). Bukankah pada prinsipnya, DD itu hanyalah stimulus untuk “menggairahkan” pemerintah desa dalam pembangunan desa?


Oleh sebab itu, pendirian BUMDesa tidak melulu tindakan latah pada desa yang lain, maka harus mempunyai tiga komponen: yaitu mengutip dari Suroto Eko, Ketua STPMD Yogyakarta, yaitu: Aset, Aktor dan Arena. Pertama Aset, bahwa setiap desa harus mempunyai Aset, baik yang berupa potensi yang akan dikelola. Kedua Aktor,. Aktor penggerak ini bisa berasal dari pemerintah desa dan atau direktur BUMDesa, atau pemuda desa. Sebab tak dipungkiri, pemuda pun penting untuk selalu andil menopang kemajuan desa,. Peran aktor misalnya adalah mengorganisir pemudanya atau sumberdaya kunci lain dan masyarakat umumnya untuk bahu-membahu terlibat aktif dan meningkatkan kepedulian-solidaritas demi kemandirian desanya. Ketiga Arena, atawa ruang untuk berkembang, dimana BUMDesa bisa berkembang dan maju: pengembangan BUMDesa secara berkelajutan.

Memanfaatkan Dana Desa secara tepat
Pemanfaatan Dana Desa (DD) haruslah secara tepat cara dan sasarannya. Diantara penggunaanya adalah untuk mengupayakan kemakmuran (salah satunya ekonomi) Masyarakat. Dan BUMDesa adalah salah satu “kanal” untuk kemakmuran (ekonomi) Desa. Pada prinsipnya secara kebijakan (regulasi, program, dll) sudah lah cukup sebagai modal pengungkit.


Taruhlah misalnya di tahun 2017, ada dorongan regulasi seperti Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan prioritas penggunaan dana desa Tahun 2018, yang tertera pada pasal 4 ayat 3 yang berbunyi bahwa untuk kegiatan produk unggulan desa, atau kawasan perdesaan, embung desa, Bumdesa, Bumdes Bersama dan serta sarana olahraga yang sesuai dengan kewenangan desa. Dapat dianggarkan oleh pemerintahan desa untuk memberikan modal bersumber dari dana desa. sehingga BUMDesa bisa mengelola potensi yang dimiliki desa, berupa aset desa, produk unggulan desa yang berada diwilayah kawasan perdesaan. Kementerian desa mendorong penguatan, pembinaan terhadap BUMDesa sebagai penyangga ekonomi desa.


Penggunaan DD untuk mendorong kerja BUMDesa dengan begitu pada prinsipnya adalah satu pilihan logis dan berdasar. Sebagai misal, penulis sertakan “good practice” kerja BUMDesa yang memanfaatkan DD di Kabupaten Malang. Ia lah BUMDesa “Lumbung Argo Tirto” bertempat di desa Gunungronggo, Kecataman Tajinan Kabupaten BUMDesa ini setidaknya sudah memberikan pendapatan/hasil. Salah satu unit giat usahanya adalah mengelola “Desa Wisata” (DeWi) yang bertumpu pada potensi air. Potensi sumber air dijadikan basis kekuatan ekonomi. Sumber air Jenon di wilayah kecamatan yang tak jauh dari teritori Kota Makang itu menjadi wahana tempat pemandian, disediakan kolam renang dan warung kopi diatas pohon serta tempat bermain anak–anak sebagai taman rekreasi-edukatif.


BUMDesa “Lumbung Argo tirto” sudah berjalan dan berkembang karena setiap tahun sudah memyumbangkan PADesa. Tentu dalam perkembangannya itu masih banyak kekurangan. Sehingga terutama masih dirasa perlu pendampingan dari segala pihak dalam kerjasama dan soal pengelolaan atau menejemen akutansi keuangan-kelembagaan, dan hal lain. Ibarat umur, BUMDesa “Lumbung Argo Tirto” layaknya anak kecil yang masih proses berjalan tertatih-tatih, sehingga membuka ruang terhadap bantuan dan support partisipatif dari berbagai pihak.


Dari harapan itu, menurut pengelola ada program yang prioritaskan kedepannya oleh BUMDesa Lumbung Argo Tirto ini yaitu ingin menciptakan “kartu tiket khusus masyarakat desa Gunungronggo”. Kartu itu diperuntukkan pada warga desa yang tidak mampu, biar memberikan keringanan. Sehingga, dengan adanya Wisata Sumber Jenon dapat bermanfaat pada peningkatan kehidupan kesejahteraan masyarakat Gunungronggo sendiri. Dampak yang bermanfaat akan mencipkan iklim positif pada kemajuan desa, sebab masyarakat semakin sejahtera.


Ibarat pencerah, BUMDesa ibarat secercah cahaya lilin. Tetapi jika cahaya yang kelihatannya tak seberapa terang dibanding sorot terang “korporasi raksasa”, ini mengisi ruang Desa-Desa Nusantara tentu akan menjadi kekuatan tersendiri. Memang, menciptakan lilin ekonomi di desa “gampan-gampang” susah. Dalam proses menjalaninya lazimnya akan mengalami banyak hambatan. Hambatan itu biasanya bervariasi, misal sebab kekurangan sumber daya manusia atau lainnya. Namun meski demikian, kita harus semangat terus dalam membangun desa demi kemajuan bersama.
~~~

Penulis: Abd. Salam (PDP Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang.
Edit & penyempurnaan oleh: win.elkinanti (jejakdesa.com)

jejak Desa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke atas